Kamis, 19 April 2012

Makalah Masail Fikiyah


HUKUM PENGGANTIAN KELAMIN
Makalah ini di buat untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Masa’il Fiqhiyah



Dosen Pengampu: Marhamah Salehah, LC, MA













Kelompok VII:
                   Komariyah                                 109011000261
                   Siska Wulandari                        109011000256
                   Rian Ariandi                               109011000286
                   Yopi Fajar Suryadi                     109011000228


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012 M
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Tuhan telah menciptakan manusia dalam dua bentuk yaitu pria dan wanita, dengan Adam dan Hawa sebagai cikal bakalnya. Namun sejarah mencatat dan fakta berbicara bahwa ternyata ada sekelompok orang yang sangat kecil jumlahnya-mungkin sejuta satu karena dalam statistik belum pernah diinformasikan berapa jumlah kelompok orang tersebut. Berbeda dengan jumlah lelaki atau perempuan yang sering diinformasikan, dimana jumlah lelaki 43% dari jumlah penduduk Indonesia dan jumlah kaum perempuan 57%. Mereka itu adalah makhluk Tuhan yang disebut Waria.
Mereka seakan-akan belum mendapatkan perhatian dan seperti dibiarkan hidup pada habitatnya mencari dan berjuang mempertahankan hidup menurut maunya,  mereka seperti belum tersentuh hukum.
Dalam kehidupan waria ini, istilah transgender tentu tidak asing lagi dikalangan mereka, bahkan banyak di antara mereka ingin mengubah kelaminnya menjadi kelamin wanita atau mungkin sebaliknya.
Dari latar belakang tersebut pemakalah pada mata kuliah masa’il fiqhiyah kali ini akan coba membahas mengenai hukum mengganti kelamin (transgender)mulai dari pengertian transgender itu sendiri, jenis-jenis operasi kelamin, sampai pada hukum mengganti kelamin.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian penggantian kelamin (transgender)
Perkataan penggantian kelamin merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “transeksual” karena memang operasi tersebut sasaran utamnya adalah mengganti kelamin seorang waria yang menginginkan dirinya menjadi perempuan. Padahal waria digolongkan sebagai laki-laki, karena ia memiliki alat kelamin laki-laki[1].
Maka dalam hal ini, daya ditarik suatu pengertian bahwa penggantian kelamin (transeksual) adalah usaha seorang Dokter Ahli bedah plastik dan kosmetik untuk mengganti kelamin seorang laki-laki menjadi kelamin perempuan, melalui proses operasi.
B.     Hukum Mengganti Kelamin
Secara umum kasus operasi ganti kelamin ini terbagi kedalam dua bagian, antara lain: pertama, Operasi ganti kelamin seorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelamin luar dalamnya. Kedua, operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin[2].
            Adapun untuk mengetahui bagaimana hukum operasi ganti kelamin dalam syariat islam harus di perinci persoalan dan latar belakangnya. Berdasarkan keputusan muktamar NU di semarang pada tanggal 24-26 muharam 1410 H/ 26-28 agustus 1989 M operasi kelamin ini di perinci dan dibedakan menjadi empat macam[3]:
  1. Operasi ganti kelamin seorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelamin luar dalamnya.
Seorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminya yaitu dzakar bagi laki-laki dan uns yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium bagi perempuan, tidak diperbolehkan dan diharamkan melakukan operasi kelamin. Adapun dasar yang digunakan untuk ketetepan hukum tersebut adalah :
a)      Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.


b)      Hadis Nabi SAW
Abu ja’far  at-thabari berkata:”hadits dari mas’ud adalah petunjuk atas dilarangnya merubah sesuatu dari ciptaan anggota badan yang diciptakan Allah, dengan menambah atau mengurang.....sampai pada ucapan beliau berkata: dan akan datang apa yang ia tuturkan, bahwa orang yang diciptakan dengan jari yang lebih atau anggota badan yang lebih, tidak boleh memotong atau melepaskan, karena hal itu termasuk merubah ciptaan Allah. Kecuali apabila  anggota-anggota tambahan itu menyakitkan, maka tidak ada dosa mencabutnya” menurut Abu bakar dan lainya.
Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan mengubah ciptaan allah, melainkan melalui pendekatan kejiwaan dan spiritual.
  1. Operasi, menyamakan alat kelamin luar dengan alat kelamin dalam
Operasi menyamakan alat kelamin luar dengan alat kelamin dalam dapat terjadi ketika seorang laki-laki atau perempuam memiliki jenis alat kelamin yang berbeda antara alat kelamin luar dengan alat kelamin dalamnya. Semisal seorang yang beralat kelamin luar laki-laki yaitu dengan wujud dzakarnya akan tetepi alat kelamin dalamnya berlainan jenis, yaitu dangan wujud rahim dan ovarium. Maka hukumnya boleh atau mubah untuk melakukan operasi  penyamaan alat kelamin luar terhadap kelamin dalam. Namun sebaliknya, haram hukumnya untuk mengoperasi kelamin dalamnya agar disamakan dengan alat kelamin luarnya.
  1. Opersi penyempurnaan kelamin
Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (penyempurnaan atau perbaikan) dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para Ulama diperbolehkan secara hukum syar’i. Semisal jika kelamin seorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan mani baik dzakar maupun uns, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakanya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
 Dasar pengambilan hukumnya adalah berdasarkan prinsip “ mashalih mursalah” karena kaidah fiqih menyatakan “Adh-dhararu yuzal” (bahaya harus dihilangkan )yang menurut imam asy-Syartibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat islam.
Hal ini sesuai dengan hadits nabi SAW: ”berobatlah wahai hamba-hamba Allah ! karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit, kecuali mengadakan pula obatnya. Kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan”(HR. Ahmad)[4].
4.      Operasi mematikan salah satu alat kelamin seorang yang mempunyai dua jenis alat kelamin luar.
Apabila seorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai dzakar dan juga uns, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminya, Ia boleh mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelamin luar  yang berlawanan dengan alat kelamin dalamnya. Adapun dasar hukum yang digunakan sama dengan dasar hukum pada jenis operasi kelamin ke 2 dan ke 3. Dan sebaliknya operasi untuk menghidupkan alat kelamin luar yang berlawanan dengan kelamin dalamnya dan mematikan alat kelamin luar yang sama dengan kelamin dalamnya haram hukumnya. Semisal seseorang memiliki dua jenis kelamin luar yaitu dzakar dan uns sementara kelamin dalamnya berupa rahim dan ovarium maka tidak diperbolehkan membuang unsnya dan lebih memililih menghidupkan dzakarnya karena alat kelamin yang sejenis dengan kelamin dalamnya adalah uns. Dasar pengambilan hukumnya adalah sama dengan dasar pengambilan hukum pada jenis operasi kelamin nomor 1.
C.    Status hukum dokter dan para medis yang berperan dalam operasi penggantian kelamin dan seseorang yang melakukan operasi kelamin
Peran dokter dan para medis dalam opersi kelamin ini status hukumnya sesuai dengan kondisi alat kelamin yang diopersinya. Jika haram maka ia ikut berdosa karena tergolong tolong menolong dalam dosa. Dan jika yang diopersi kelaminya sesuai dengan syariat islam dan bahkan anjuran maka ia mendapat pahala dan terpuji karena termasuk anjuran bekerja sama dalam ketaqwaan dan kebajikan.
Adapun status hukum bagi seorang yang melakukan operasi kelamin dibedakan menjadi dua.
1.      Apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah) ciptaan Allah, maka status hukumnya sama dengan sebelum operasi dan tidak dapat merubah dari segi hukum.
2.      Apabila operasi kelamin yang dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin(misalnya berkelamin ganda) dengan bertujuan tashil atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan ) dan sesuai hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut menjadi jelas.

KESIMPULAN

            Mencermati dari macam-macam bentuk operasi kelamin diatas pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu:
1.        Operasi kelamin dengan bertujuan memperbaiki alat kelamin yang cacat atau kelami yang ganda atau kelamin yang berbeda, hukumnya mubah bahkan dianjurkan karena dikategorikan sebagai pengobatan sebagaimana dijelaskan dalam hadits nabi SAW:
“diceritakan bahwa seorang arab badui mendatangi rasulullah SAW seraya bertanya, apakah kita harus berobat?. Rasulullah SAW menjawab: ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan melainkan juga (menentukan obatnya ) kecuali satu penyakit yaitu  penyakit tua” (HR.Abu Daud,Tirmidzi, Ibnu majah dan Ahmad)
2.        Opersi yang tujuan utamanya bukan untuk pengobatan, tetapi sekedar mengikuti nafsu, merasa tidak puas dengan jenis kelaminya, akhirnya kelaminya dioperasi, maka hukumnya haram.

DAFTAR PUSTAKA

Mahjuddin, Masa’il Fiqhiyah (Berbagai kasus hukum Islam yang di Hadapi Saat ini), Jakarta: Kalam Mulia, 2003
Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah (kapita selekta hukum islam), Jakarta: PT Toko Gunung Agung. 1996
Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual (Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer), Jakarta: Gema Insani Press
Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2000
http//www.percikaniman.org, 130412



[1] Mahjuddin, Masa’il Fiqhiyah (Berbagai kasus hukum Islam yang di Hadapi Saat ini), Jakarta: Kalam Mulia, 2003. Hal.17
[2] Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual (Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer), Jakarta: Gema Insani Press, hal.
[3]http//www.percikaniman.org 130412
[4] http//www.percikaniman.org, 130412

Tidak ada komentar:

Posting Komentar